Portraiture My Erogenous Zone – Ep 68 – Second Act

Author Avatar

RajaBokeps

Joined: Mar 2025
Bagikan Video Bokep Ini

Cerita Seks Gangbang Sedarah

Valent dengan napas terengah-engah, masih terpengaruh suasana sebelumnya kemudian berlari kecil setelah menutupi tubuhnya dengan selimut dan membiarkan kontol Jay keluar dari dalam anus Valent meskipun mereka berdua hampir mendapatkan orgasme mereka namun Valent lebih memilih melepaskannya dan menghampiri Broto, dengan nada bertanya, “Papa! Papa ngapain di sini? Papa bilang lagi ada urusan bisnis, kok tiba-tiba…?”

Sementara om Broto tersenyum melihat kedua sejoli itu yang sibuk menutupi tubuh mereka dan berkata, “Wah, hampir saja ya, anak papa. Tapi… kenapa berhenti? Malu-malu?” Om Broto kemudian melihat ekspresi Jay yang berubah setelahnya, “Eh? Bro? Lu kok diem aja? Gak dilanjutin aja…?”

Jay dengan wajahnya memerah, berusaha menutupi tubuh dengan selimut atau pakaian di dekatnya untuk pertama kalinya sedikit gugup di depan om Broto. “Bro… apaan sih?!”

Valent ikut salah tingkah, menunduk dan berusaha menutupi diri juga sebelum berbisik pada sang papa, “Papa ihhh…! Kita mau ‘dapet’ juga, pake acara masuk ke kamar aku sih…! Sebel…!”

465081542 18019582733634294 1353882671674088465 Na83D201309Cb655E.md

“Gue ganggu banget ya? Papa cuma mau… Hahahaha…!” balas om Broto dengan sengaja menggoda keduanya yang hampir mendapatkan orgasme mereka sebelumnya.

“Dapet’? Dapet apa? Papa nggak ngerti…” balas om Broto berpura-pura bodoh dengan perkataan Valent tersebut.

Valent mendengus pelan, masih menunduk, “Ish… Papa tuh ya… Pokoknya keluar aja deh, Pa… Nanti… nanti aja Papa ke sini lagi!”

Om Broto mulai berhenti menggoda keduanya, matanya sedikit membulat, “Oh… Oh, dapet yang itu Papa… Papa ganggu ya? Maaf, Sayang. Papa nggak tau… Papa cuma mau… eh, nggak jadi deh. Papa keluar aja ya?”

Valent mengangguk kecil tanpa melihat sang papa, “Hmm… Iya, Pa…”

“Papa lupa… papa mau ajak kalian makan malam nanti…! Tolong kalian standby sekitar jam 8 yah…! Kalian lanjut aja ‘kenalan’nya dulu, biar papa balik sekarang. Hehehe…!” om Broto kemudian keluar kamar dan menutup pintu perlahan. Valent menghela napas lega dan sedikit merapikan selimutnya sambil menatap ke arah Jay, wajahnya masih terlihat sedikit merah padam karena malu ketahuan oleh om Broto ketika sedang ‘berkenalan’ satu sama lainnya.

Kemudian Valent kembali berjalan ke arah kasur tempatnya menjalin keintiman dengan Jay sebelumnya dan mencoba berbincang dengannya, “Astaga… malu deh… Papa kok gitu sih?” ucap Valent dengan suara pelan, menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya.

Jay terkekeh pelan, “Hahaha… Bokap lu emang suka gitu, jail orangnya…” Ia mengulurkan tangannya, mengusap lembut punggung tangan Valent yang menutupi wajahnya itu.

Perlahan, Valent menurunkan tangannya, masih dengan pipi merona. “Tapi tetep aja… eh… itu tadi… kamu nggak apa-apa kan?” tanyanya ragu menatap Jay dengan mata polosnya.

Jay tersenyum, kali ini lebih lebar. “Gue? Nggak apa-apa kok. Malah… ya… menarik interupsinya, hahaha…”

Valent mencubit lengan Jay pelan, membuat Jay kembali terkekeh. “Menarik apanya… Papa jadi tau kita lagi… aduh…” Valent kembali salah tingkah.

“Justru itu. Jadi nggak penasaran lagi kan? Udah dikonfirmasi.” Jay menaikkan alisnya, menggoda.

Valent tertawa kecil, meskipun masih malu. “Iya juga sih… Hmm, jam 8 ya makan malam? Makan apa ya kira-kira?” Valent mencoba mengalihkan pembicaraan, meskipun masih sedikit tersipu.

“Entahlah… Masih lama juga… tapi ngomongin makanan, gue jadi ‘laper’ nih liatin lu… Sambil nunggu jam 8, mau lanjut ‘kenalan’ lagi nggak?” Jay kembali mendekat dengan matanya menatap Valent dengan penuh arti.

Valent menatap Jay dengan malu-malu tapi tersenyum. “Jay… kamu ini…” ucapnya pelan, namun kali ini nadanya tidak lagi malu, melainkan bercampur dengan rasa geli dan… mungkin sedikit harapan.

Valent kembali membuka selimutnya dan berusaha mengocok batang kontol Jay yang sebelumnya kehilangan pesonanya karena gangguan dari om Broto. Valent mengamati betapa besar dan gagahnya kontol calon suaminya ini begitu dia kocokin sebentar dan kembali bersemangat seperti sedia kala.

“Jay… aku sepongin bentar yah…! Nanti kamu mau keluarin di pantat aku apa mulut aku…?” tanya Valent menggoda sambil mengocoknya pelan dan menghisapnya tanpa rasa jijik sekalipun. “Mmmh… mmmmh… Srlppp… Slrppp…”

“Terserah lu aja… Lu sukanya keluarin di mana sekarang…? Gue bebas aja…” balas Jay membelai kepala Valent dan membiarkannya memberikan blowjob terbaiknya untuk Jay.

“Nah ini dia… Aku khawatir punya kamu enggak bisa bangun cepet…! Apa enak aku giniin…? Hmmm… di mulut aku boleh? Kamu berantakan muka aku sama sperma kamu juga enggak masalah…! Heheheh…!” balas Valent melepaskan kulumannya, Valent melingkarkan tangannya di pinggang Jay memeluknya erat-erat dan memberikan kenyamanan serta dukungan dan tersenyum puas berhasil membangunkan kontol Jay seperti sebelumnya.

Valent kemudian mendorong bahu Jay pelan dan membaringkannya sebelum Valent duduk di atas pangkuan Jay dan memastikan kontol Jay tepat pada sasarannya dan kembali membobol anus Valent sekali lagi. “Hei, relaks sedikit… Lebih enak, kan?”

Jay tertawa kecil sedikit terkejut tapi tidak keberatan dengan Valent yang mengambil kendali untuk saat ini setelah meludahi kontolnya dengan air liurnya sendiri sebelum Valent menurunkan tubuhnya dan memasukkan kontolnya itu sekali lagi ke dalam anusnya sebelum menggoyangnya.

“Boleh ya? Aku mau ngerasain punya kamu lagi…!”

Jay tersenyum lembut, mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Valent, “Tentu boleh, siapa juga yang mau nolak… Lu goyangin sendiri tapi yah…? Gue rekam lu boleh?”

Valent dalam posisi cowgirl itu kemudian merebahkan sedikit tubuhnya ke arah belakang dan bertumpu pada kedua telapak tangannya mulai menggoyangkan pinggulnya pelan dan dalam sekejap menelan semua batang kontol Jay di dalam anusnya.

“Jay, sangat penting untuk menghormati batasan dan memastikan bahwa setiap tindakan yang melibatkan sentuhan fisik adalah atas dasar suka sama suka. Aku seneng kalau kamu suka dan ingin mengabadikan momen, tapi…”

“Tapi kenapa? Ada masalah?” Jay menurunkan ponselnya sedikit lalu memperhatikan Valent yang sedikit gugup.

“Ini buat koleksi kamu aja yah? Jangan disebarin ke orang…! Awas aja kalau video kita sampe ada di internet, kamu pasti tau papa bakalan ngamuk nanti…! Hihihihi…!” Valent menatap Jay dengan memohon.

“Oh, oke oke, santai. Iya dong, pasti buat koleksi pribadi kita. Memangnya kenapa kalau disebar? Gila aja calon bini sendiri diumbar-umbar…? Mending gue nikmatin sendiri ya kan…! Lagian bokap lu kan memang strict banget. Iya iya, ngerti kok. Aman! Janji deh, ini jadi rahasia kita berdua. Nggak akan gue upload ke mana-mana…” balas Jay menyalakan ponselnya dan Valent mulai kembali bergoyang di atas Jay seperti seorang profesional sementara tugas Jay juga sebagai profesional memastikan rekaman ‘indah’ itu terekam dengan sempurna.

Valent tersenyum lega, “Hihihihi…! Nah, gitu dong! Oke deh, videoin aja! Biar nanti kalau kita kangen momen ini, bisa kita tonton lagi…”

Plak… Plak… Plak… Plak… Plak…

Jay tersenyum dan mengarahkan ponselnya lagi ke arah Valent, “Nah, sekarang senyum yang paling manis! Biar gue rekam toket lu yang indah ini, Lent…!”

“Lent? Kita udah dijodohin dan kamu masih panggil nama aku? Enggak ada panggilan khusus apa? Aku udah biarin kamu rekam aku sambil kita ngentot gini loh…!” Valent sengaja memancing Jay dengan berhenti menggoyangkan pinggulnya sejenak dan membiarkan kontol Jay tertanam di dalam anus Valent.

Jay mengerjap beberapa kali, sedikit salah tingkah mendengar nada bicara Valent yang tiba-tiba berubah. “Eh… iya, kenapa? Emang nggak boleh panggil Valent?” tanya Jay balik pura-pura tidak mengerti maksud Valent.

Valent mendengus kecil namun matanya tetap menatap Jay dengan intens. “Ya… boleh sih boleh aja. Tapi… ‘Kita’ kan udah ‘dijodohin’, Jay. Harusnya… lebih dari sekadar ‘Valent’ dong?” Valent sengaja menekankan dua kata itu kepada Jay yang seperti sengaja tidak peka.

Jay menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mencoba menyembunyikan sedikit semburat merah di pipinya. “Maksud lu… panggilan ‘sayang’ gitu?” Suaranya terdengar lebih pelan dari biasanya.

Valent tersenyum miring, puas melihat Jay mulai tersentil. “Nah, itu dia! Masa dari kemarin-kemarin manggil Valent terus? Kayak… nggak ada perkembangan gitu loh. Padahal aku udah… hmm… cukup terbuka sama kamu… Buktinya, aku udah biarin kamu rekam aku… itu kan… lumayan pribadi, Jay.”

Jay terdiam sejenak. Ucapan Valent ada benarnya juga. Mereka memang sudah dijodohkan, dan meskipun masih dalam tahap saling mengenal, perjodohan ini bukan main-main. Apalagi, Jay memang merasa nyaman dan tertarik pada Valent. Permintaan merekam Valent pun sebenarnya adalah salah satu caranya untuk lebih dekat namun entah kenapa di depan Valent, Jay kurang begitu berani mengungkapkannya.

“Iya… bener juga sih…” gumam Jay akhirnya, masih sedikit malu-malu. Ia menatap Valent mencari ide panggilan apa yang pantas. “Hmm… apa dong…” Jay terlihat berpikir keras, raut wajahnya terlihat lucu saat mengerutkan dahi.

Valent menahan senyum gemas melihat ekspresi Jay. Ia menunggu dengan sabar, menikmati momen ini. “Dipikirin dong, Jay. Jangan kayak ujian dadakan gini. Harusnya udah ada di kepala dari dulu.” Valent menggodanya lagi.

Jay tertawa kecil, akhirnya menyerah dengan kepura-puraan tidak mengerti. “Oke, oke. Gue mikir. Tapi… kasih petunjuk dong. Lu maunya panggilan yang gimana?” tanyanya, akhirnya menunjukkan ketertarikan pada ‘permainan’ Valent ini.

Valent tersenyum lebar, kali ini lebih tulus dan cerah. “Petunjuk? Hmm… yang manis, yang khusus buat aku aja, dan… yang bikin aku senyum-senyum sendiri kalau kamu panggil…” Jawab Valent dengan nada bersemangat.

Jay kembali berpikir, menimbang-nimbang berbagai kemungkinan panggilan sayang. Pandangannya jatuh pada mata Valent yang berbinar menantinya. Tiba-tiba, sebuah panggilan muncul di benaknya.

Dengan sedikit ragu dan malu, Jay mencoba menyebutkan panggilan tersebut. “Em… gimana kalau… ‘Sayang’?” ucapnya pelan sambil menatap reaksi Valent.

Valent terdiam sesaat, kemudian wajahnya perlahan memerah. Ia menunduk sebentar, menyembunyikan senyum lebarnya. “Sayang…” ulangnya lirih, mencoba merasakan panggilan itu di lidahnya. Ia mengangkat kepalanya lagi, menatap Jay dengan senyum malu-malu namun bahagia. “Boleh juga… ‘Sayang’… Kedengarannya… intim…”

Meskipun Valent bilang ‘intim’ senyum di wajahnya dan semburat merah di pipinya jelas menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar ‘intim’ menyukai panggilan itu. Jay merasa lega dan senang melihat reaksinya.

“Intim?” tanya Jay, pura-pura kecewa padahal hatinya berbunga-bunga. “Cuma intim?”

Valent tertawa kecil, mencubit lengan Jay pelan. “Ya… intim banget! Udah, sekarang coba panggil lagi. Panggil aku… ‘Sayang’.” Ucapnya manja, kali ini dengan nada yang lebih lembut dan menggoda.

Jay tersenyum lebar merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Ia menatap Valent dengan lembut dan mengucapkannya dengan mantap. “Sayang…”

Valent tersenyum semakin lebar, matanya berbinar-binar. “Nah, gitu dong! Akhirnya… Jay-ku udah nggak manggil ‘Lent’ lagi. Sekarang aku kasih hadiah buat kamu yah, Sayangku…!” Ucap Valent sambil tertawa geli, menyadari bahwa Jay ternyata jauh lebih manis dan menggemaskan dari yang ia kira. Dan panggilan ‘Sayang’ dari Jay, terdengar sangat menyenangkan di telinganya.

Plak… Plak… Plak… Plak… Plak…

Plak… Plak… Plak… Plak… Plak…

Jay merasa senang dan mulai bersemangat merekam aksi Valent di atasnya sambil menggoyangkan pinggulnya dan satu tangan Jay meremas toket bulat milik Valent dan satu tangannya terus merekam ekspresi wajah Valent yang terlihat begitu bersemangat sambil menciumi telapak tangan dan juga jari tangan Jay yang meremas toketnya tersebut.

Plak… Plak… Plak… Plak… Plak…

Plak… Plak… Plak… Plak… Plak…

Satu jam berlalu…

“Sini, sayang…! Gue udah mau keluar…!” balas Jay melepaskan kontolnya dari anus Valent dalam posisi doggy tersebut dan Valent dengan sigap memutar tubuhnya dan berjongkok di depan Jay membiarkan Jay menjambak rambutnya dan mengocok batang kontolnya di depan muka Valent yang juga menjulurkan lidahnya menanti hadiah dari Jay seperti yang dia minta sebelumnya.

“Iyah…! Keluarin di mulut aku sayang…! Jay… keluarin cepet…! Aku pingin ngerasain sperma kamu… Aaaaaa…!” Valent membuka mulutnya lebar dan menjulurkan lidahnya juga sambil menutup matanya agar berjaga-jaga apabila sperma Jay begitu banyak dan kental nantinya.

“Aaaaaaaargh…!” erang Jay mengocok batang kontolnya cepat dan kemudian menembakkan sperma miliknya tepat pada wajah Valent yang manis itu.

Crooottt… Crooottt… Crooottt… Crooottt…

Inshot_20250308_0621358372Cc7071Afe9C28C0.Gif

“Hmmmmph…!” Valent merasakan dengan permukaan kulit wajahnya betapa kental dan banyaknya sperma Jay yang tumpah di atas wajahnya dan sebagian mendarat pada lidah Valent. “(Banyak banget dia keluarnya…! Mmmph… Gila… Kalo dia keluarin di anus aku… bakalan penuh nih…!)”

Kemudian…

Valent mencoba menyeka wajahnya dengan jari tangannya dan menjilati sisa sperma Jay di tangannya tanpa Valent sadari Jay terus merekam aksinya ketika menjilati spermanya tersebut.

“Slrppp… Slrppp… Mmmm… Slrppp… Mhaaah…”

Valent membuka mata lagi sedikit dan kemudian tertawa, “Parah banget, sayang. Kamu keluarnya banyak banget sumpah…! Hihihi…!”

Mereka berdua masih berbaring di ranjang sedikit berantakan dan mulai berbincang santai setelah melakukan aksinya tersebut. Valent dan Jay bersandar satu sama lain. Hening sejenak, hanya suara napas mereka yang terdengar. Valent tiba-tiba mengangkat wajahnya, menatap Jay dengan mata berbinar.

“Kenapa emangnya kalau banyak? Baru pertama kalinya?”

Valent menarik bantal dan menutupi wajahnya, “Ya habisnya… Nggak apa-apa kok. Cuma… kaget aja tadi, muncratnya kayak gunung meletus… lucu banget… Bikin aku pengen lagi, nih…”

Jay mencubit lengan Valent pelan, “Tapi… ya udah sih… nanti kita kan ada makan malam dulu…!”

“Kamu tuh… dahsyat banget!” Valent mencium bibir Jay sekilas sebelum membaringkan kepalanya pada lengan Jay, “Makasih ya, sayang.”

Jay tersenyum kecil, merasa hangat dengan pujian Valent. Jay dengan nada sedikit bercanda dan penasaran, “Dahsyat apanya nih? Tiba-tiba muji gini. Gue kan jadi penasaran…”

Valent terkekeh pelan masih menyandarkan kepalanya pada lengan Jay, “Ya dahsyat aja. Kamu… kamu ngerti banget aku…”

Jay mengusap lembut rambut Valent, “Emang belum ada yang kayak gue sebelumnya…?”

Valent mengangkat sedikit kepalanya, menatap Jay dengan senyum manis, “Bukan itu. Tapi… ya kamu. Kamu selalu tahu aja gimana bikin cewek merasa lebih baik. Kayaknya yang diomongin papa soal kamu tuh semuanya enggak ada yang boong yah…”

“Emang bokap lu ngomongin gue apaan sih? Jadi penasaran gue…!”

“Iya, papa sering cerita soal kamu. Katanya kamu tuh orangnya gentleman, perhatian, dan selalu bisa diandalkan. Aku awalnya mikir papa lebay, tapi…” Valent mengisyaratkan dengan senyum bahwa ia setuju dengan penilaian papanya tersebut.

“Gue jadi nggak enak… mana gue udah entotin lu meskipun kita baru kenal bentar dan itupun ketauan sama bokap lu tadi…!”

Nggak usah nggak enak. Memang kenyataannya gitu kok. Makasih ya, sayang, udah bikin hari ini jadi happy…”

“Hehe, nggak kok. Gue nggak enak aja lu bilang gitu. Kayak… lebay aja. Gue kan cuma… ya gitu deh…”

Valent tertawa kecil, “Nggak ada yang lebay! Emang kenyataannya kamu berhasil bikin aku happy hari ini. Serius…”

Jay menatap Valent dengan hangat, “Ya bagus dong kalo jadi happy. Gue senengnya juga kalo lu seneng…”

Valent menggenggam tangan Jay, “Nah, itu dia. Makasih ya, sayang, udah bikin hari ini jadi happy… Kita nanti siap-siap jam 8 buat dinner bareng papa yah? Kamu mau di sini dulu sama aku? Nanti kita berangkat bareng…!”

“Oke, siap!” Jay mengangguk setuju menatap sekeliling ruang tengah yang nyaman, lalu menatap Valent lagi dengan senyum. “Di sini aja sama kamu. Mau ngapain dulu nih? Mau gue bikinin kopi lagi? Atau… ada film bagus?”

Valent menyandarkan kepalanya di bahu Jay, “Film nanti aja deh. Ngobrol-ngobrol dulu aja sama kamu gini udah enak banget. Capek ngentot dari tadi… Makasih ya, sekali lagi…”

“Sama-sama, sayang. Gue juga seneng kok bisa bikin lu happy dengan kontol gue ini. Emang gitu kan gunanya punya calon pasangan?”

Valent mencubit pipi Jay gemas, “Ih, gombal! Tapi bener sih… You’re the best…!”

Waktu kemudian berlalu dan Jay melewati hari bersama dengan Valent di dalam kamar berdua sampai waktu dinner pun tiba.

Inshot_20250308_06515845281110510A0106F1C.gif
Inshot_20250308_065342806B4578594Ef181839.Gif
Inshot_20250308_065439023C131C19C22Cf3D96.Gif

Om Broto sudah menantikan Jay dan Valent di restoran yang sudah mereka sepakati bersama dan Valent datang bersama dengan Jay. Valent mengenakan gaun malam yang anggun, Jay dengan setelan jas yang serasi ketika bertemu dengan om Broto sebagai papa Valent.

“Papa…!” Valent dengan riang menghampiri Om Broto dan mencium pipinya. “Maaf ya Pa, menunggu lama?”

“Bro…!”

Om Broto kemudian bangun dari duduknya dan menyambut keduanya dengan suka cita meskipun dirinya sempat memergoki mereka berdua di dalam kamar berduaan sebelumnya. “Valent sayang, tidak apa-apa. Kalian berdua terlihat sangat… menawan malam ini…”

Valent tersipu malu, “Ah, Papa bisa saja. Ini gaun lama kok Pa…”

Om Broto menatap Valent dengan bangga, lalu beralih ke Jay, “Valent memang selalu cantik, tapi lu juga Jay, setelan lu pas banget. Kalian berdua serasi sekali malam ini…”

Jay tersenyum sopan dan terlihat tidak seperti biasanya ketika bertemu dengan om Broto, “Terima kasih banyak, Bro… Bokap lu emang sangat berkelas malam ini, sayang…!”

“Bisa saja lu ini, Jay. Sudah duduklah. Papa sudah memesankan beberapa hidangan pembuka untuk kita. Pasti kalian sudah lapar…”

Valent duduk di samping om Broto, Jay duduk di seberang Valent, “Iya Pa, sedikit. Tadi kami…” Valent berhenti sejenak, melirik Jay dengan senyum kecil. “Sedikit bersantai di kamar sebelum bersiap-siap…”

Om Broto mengangguk sambil tersenyum penuh arti, tanpa menyinggung kejadian antara Jay dan Valent di kamar tadi. “Papa mengerti. Baguslah kalau kalian bisa cepat akrab… Nah, bagaimana hari kalian tadi? Menyenangkan? Udah berapa ronde abis papa tinggal? Hahahaha…!

Valent sedikit tersipu, berusaha terlihat santai namun juga malu, “Eh, hari ini… lumayan seru, Pa. Tadi Jay… hmmm… Ya gitu deh… Hehehe…!”

Om Broto tersenyum semakin lebar, matanya sedikit menyipit seolah tahu ada sesuatu yang disembunyikan dari mereka berdua yang mereka tidak ingin dirinya mengetahuinya.

Jay menggaruk tengkuk, sedikit salah tingkah “Oh… iya, Bro. Obrolan… seru banget. Valent emang keturunan lu ternyata… Buas juga, hahaha…!”

Valent mencubit pelan lengan Jay, mencoba menyembunyikan rasa malunya dengan sedikit tawa, “Ih, Jay! Papa kan bercanda.” Valent juga menoleh kepada papanya, “Papa nih, suka banget godain orang…!”

Om Broto tertawa lagi kali ini lebih lepas, “Hahaha… Papa kan cuma seneng lihat kalian berdua akrab. Ya sudah, makan malam sebentar lagi siap. Kita santai aja yah…”

Jay dan Valent saling bertukar pandang setelah Om Broto selesai berbicara. Valent berbisik pelan kepada Jay “Papa… nyebelin banget, ya? Untung nggak ngomong yang aneh-aneh…”

Kemudian dalam suasana ruang makan yang tenang. Piring-piring berisi makanan sudah tersaji di meja. Om Broto, Valent, dan Jay mulai makan sambil sesekali mengambil lauk. Suara sendok dan garpu beradu dengan piring terdengar halus.makan malam mereka tersaji dan mulai makan malam bersama. Om Broto juga memulai dengan mengutarakan maksudnya mengajak Valent dan Jay makan malam bersama.

Om Broto sambil mengunyah perlahan dan meletakkan sendoknya sebentar, “Wah, masakannya enak sekali malam ini. Koki di sini memang tidak pernah mengecewakan.”

Valent mengangguk setuju sambil tersenyum, “Betul Pa. Aku setuju banget. Sudah lama aku enggak makan makanan seenak ini Kokinya ganti kali yah…?”

Jay mengambil minum sebentar, “Iya bro, gue juga. Tempat ini memang selalu jadi pilihan tepat untuk makan malam…”

Om Broto tersenyum ramah memandang Valent dan Jay bergantian, “Syukurlah kalau kalian berdua suka. Sebenarnya…” Om Broto berhenti sejenak, melihat ke Valent dan Jay dengan sedikit serius, “Ada sesuatu yang ingin papa sampaikan, makanya papa mengajak kalian makan malam ini…”

Valent menaruh garpunya, menatap Om Broto dengan penuh perhatian, “Oh ya? Ada apa ya, Pa?”

Jay mendongak dari makanannya, juga menunjukkan rasa ingin tahu, “Iya bro, kita berdua penasaran juga. Ada hal penting kah?”

Om Broto menghela napas pendek, lalu kembali menatap mereka dengan lembut, “Iya, bisa dibilang penting. Ini tentang…” Om Broto terhenti lagi, seolah mencari kata yang tepat…

Valent dengan nada penasaran dan sedikit khawatir, “Kenapa, Pa? Soal pernikahan kita ini, kan? Ada masalah lagi ya? Jangan bikin kita penasaran gini, dong…”

Om Broto menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “Ini soal mama kamu, sayang…! Mama kamu… enggak bakalan mau nikahin kamu kalau kamu enggak ngunjungin dia ke Jepang terlebih dulu…!”

Valent terkejut, matanya melebar, “Ke Jepang? Ngunjungin Mama ke Jepang? Tapi… kenapa tiba-tiba?”

“Kalian berdua kan tahu itu. Tapi… soal pernikahan ini, dia… agak keras kepala…”

Jay dengan nada sedikit kecewa, “Keras kepala gimana, Bro? Kenapa harus ke Jepang dulu baru Mama setuju? Bukannya perjodohan ini udah kasih restu waktu itu?”

Om Broto mencoba menjelaskan dengan sabar, “Restu memang udah ada. Tapi, Mama bilang, dia mau lihat langsung kalian berdua. Dia mau kenal Jay lebih dekat, dan… ya, dia bilang, ini syarat terakhirnya. Katanya, pernikahan itu bukan cuma urusan kalian berdua, tapi juga keluarga. Dan Mama mau benar-benar yakin kalau kalian berdua serius…”

Valent menghela napas panjang, menunduk sejenak. “Jadi, walaupun Mama udah ‘restu’, ini belum sepenuhnya selesai, ya?” tanyanya dengan nada sedikit kecewa, namun mencoba memahami.

Jay berpikir sejenak, menggenggam tangan Valent, kini meremasnya lembut. Ia menatap Om Broto dengan sopan, “Gue mengerti, bro. Mungkin Mama Valent pingin mastiin semuanya berjalan lancar dan melihat kebahagiaan putrinya secara langsung…”

“Tapi, papa juga yakin, Mama kamu ngelakuin ini bukan tanpa alasan. Dia sayang sama kamu, Valent. Kalian bisa berangkat dalam seminggu ke depan make pesawat jet papa kalau mau, semua dokumen kalian udah papa yang urus jadi kalian cuma tinggal berangkat aja. Gimana? Apa kalian udah siap demi restu mama kamu, sayang?”

Valent mengangkat kepalanya, menatap Jay lalu kembali menatap Om Broto. “Seminggu… itu cepet banget, Pa. Tapi… ya, aku rasa kita harus siap. Demi Mama.” Ia menghela napas lagi, kali ini lebih mantap. “Aku siap, Pa. Aku mau Mama benar-benar yakin.”

Snapinsta.app 322328329 870836200633427 4868037841871449960 N 1080577A5A6Ca88Aa41A.md

Jay mengangguk mantap, “Gue juga siap, bro. Malah gue pingin bertemu Mamanya Valent…” Jay tersenyum tulus pada Valent, kemudian beralih ke Om Broto.

“Bagus! Papa senang dengar itu,” seru Om Broto dengan senyum lebar. “Papa akan segera urus semuanya. Kalian siap-siap aja. Dan Jay…” Om Broto menepuk bahu Jay dengan hangat, “Jangan terlalu tegang ketemu calon Mama mertua, ya. Santai aja. Calon mama kamu orangnya baik kok, cuma memang… sedikit perfeksionis aja orangnya…” Ia terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana tegang yang mungkin dirasakan Jay.

Valent tersenyum kecil mendengar perkataan papanya. Ia menyikut Jay pelan, “Dengar tuh, Jay. Jangan bikin Mama kecewa ya.”

Jay tertawa kecil, “Oke, sayang. Gue akan berusaha sebaik mungkin. Semoga Mama lu suka sama gue.” Jay menatap Valent dengan penuh cinta, “Dan yang terpenting, gue yakin kita bisa melewati ini bersama…”

Bersambung…

Reviews

0 %

User Score

0 ratings
Rate This

Leave your comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *