Portraiture My Erogenous Zone – Ep 67 – First Act
Cerita Seks Daun Muda
Jay dan Valent kini bertukar posisi dan Jay meskipun belum memiliki sim mengemudi yang proper di Dubai tapi Valent mempercayakan mobilnya untuk mengetahui bagaimana Jay mengemudi yang dia dengar dari papanya sendiri yang selalu membanggakan Jay ketika menceritakan anak buah ‘emas’nya tersebut.
Meskipun Jay sering mengemudikan mobil mewah milik om Broto sebelumnya, tapi berbeda kastanya dengan yang Valent miliki saat ini. Valent benar-benar dimanjakan oleh om Broto dengan memberikannya salah satu koleksi yang mustahil untuk dibeli oleh orang biasa saja. Tentu ada permainan koneksi untuk bisa mendapatkan mobil ini untuk hadiah putri tercintanya.

Jay mengagumi sejenak kemudi mobil yang akan dia kemudikan sebentar lagi dan Valent terus menatapnya dengan senyum seakan dia paham reaksi cowok ketika bertemu dengan sesuatu yang menarik perhatiannya.
Di saat Jay lengah, Valent kemudian berpindah dari kursi penumpangnya dan duduk di atas pangkuan Jay dengan sengaja. Jay terkejut dengan bagaimana Valent tiba-tiba melakukan aksinya, Jay juga disuguhi dengan pemandangan dua gunung kembar milik calon istrinya itu tepat di depan matanya dan mengalungkan lengannya pada leher Jay.
Seketika adik kecil milik Jay bereaksi dan menyundul sedikit pantat Valent tepat seperti yang dia pikirkan sebelumnya. Valent tersenyum dan berkata, “Ayo jalan…! Bengong aja? Kasian yang di bawah kedudukan pantat aku kan…! Hihihihi…!”
” (Lu sendiri yang nantangin gue, normal mana bisa gue cegah lah…!) Iya, iya! Jangan sampe tiba-tiba orang-orang di belakang kita kesal karena kita berhenti terus!
“Nah itu kamu tau…! Kenapa enggak jalan aja kita? Betah banget kayaknya ngeliatin aku sampe segitunya? Kita harus ‘eksplor’ semua ‘makanan’ enak di sini, termasuk…” Valent terlihat begitu mencoba untuk menggoda Jay dengan menekan toketnya yang bulat itu sebatas dadanya dan tekanannya membuat kedua gunung kembar yang saling berhimpitan itu seakan hendak meletus di depan mata Jay.
“Tapi gue… mau yang manis-manis dulu, gimana?” balas Jay sebelum mulai menyalakan mobil Valent.
“Boleh! Tapi jangan sampai ‘kekenyangan’, nanti nggak ‘muat’ buat yang lainnya!” Valent tidak kalah nakalnya memberikan kode dengan menggesekkan pantatnya pada selangkangan Jay dan dengan sengaja menarik seatbelt milik Jay dan mengalungkannya tepat di antara kedua tubuh mereka. “Aku pingin liat seberapa jago sih kamu nyetirnya kayak yang dibilang papa!”
Ini pertama kalinya bagi Jay untuk mengemudi dalam posisi terhimpit seperti itu “Boleh…! Tapi ada bayarannya…!”
Valent tertawa, “Hahaha! Kamu enggak perlu minta bayaranpun, aku udah pasti bakalan ‘bayar’ kok…!”
Seketika tantangan Valent diterima oleh Jay dan mereka mulai berjalan meninggalkan tempat parkir mereka dan pergi sesuai dengan arah yang ditunjukkan Valent kepadanya.
Vroooooomm…
Sepanjang perjalanan Valent terus menatap wajah ganteng Jay dari jarak yang begitu dekat sambil menggigit tepian bibirnya sendiri, sementara Jay berusaha untuk fokus sepanjang perjalanan agar mobil dengan nilai fantastis itu tetap tidak tergores meski kerikil kecil sekalipun.
Cukup beruntung jalanan Dubai tidak memiliki banyak polisi tidur dan shock mobil milik Valent tergolong kaku sehingga sedikit benturan kecil saja bisa membuat mereka oleh meskipun sesekali tubuh Valent berguncang dan membuatnya semakin membuat konsentrasi Jay menjadi kurang fokus.
“Dikit lagi sampe kok…! Kamu juga bakalan tau kenapa aku bawa kamu ke tempat yang aku pingin datengin abis ini…!”
Jay hanya terdiam dan menyetir sesuai maps arahan Valent namun tempat itu semakin menjauh dari pusat kota dan karena Dubai adalah sebuah kota yang berdiri di atas padang pasir, tentunya area luar terlihat sepi dan hanya ada hamparan padang pasir mengelilinginya.
Jay melihat dari kejauhan seperti sebuah resort yang dibangun jauh dari pusat kota namun cukup mewah, tidak seperti yang dia bayangkan dengan Bali yang cukup padat penduduk dan juga wisatawan sebelumnya.
Vroooooomm…

Jay kini sudah sampai di area lobby resort itu dan valet boy membukakan pintu mobil mereka dan tepat sebelumnya Valent sudah berpindah duduk di kursi penumpang sebelum valet boy itu melihatnya.
Sang valet boy membukakan pintu untuk Jay sementara Valent memberikan kode dengan berdiam diri menunggu Jay membukakan pintu untuknya.
“Welcome, sir…!” sapa sang Valet boy dan mengulurkan tangannya untuk meminta kunci mobil Valent dari tangan Jay.
Jay lupa dan kemudian memberikannya sebelum Jay membukakan pintu untuk Valent dan keluar dengan anggun. Kemudian seorang manajer resort menyambut Valent tepat di depan pintu masuk lobby, “Hello, Miss. Valent! Long time no see…!”
“Hello, Mr. Manager… Thank you for welcoming us…! I need to stay here for a few days because I must welcome my father’s guest who is standing beside me right now, Mr. Jay!” Valent memperkenalkan Jay kepada manajer resort yang terlihat sudah cukup mengenalnya tersebut.
Sang manajer resort kemudian mengulurkan tangannya dan menyapa Jay, “Welcome, sir…! Please follow me…!”
Jay dan Valent kemudian mengikuti manajer tersebut dan berkata, “Oh Miss, do you like one room or two rooms as usual? We can make it done in a minute!”
“I think, I’ll take one only but the ‘best’ one, ok? Maybe I should go back to the office after dinner, so my guest can rest for today…!”
Jay yang mengikuti bagaimana Valent menyediakan sebuah kamar untuknya padahal dia sudah mendapatkannya ketika om Broto menyambutnya sedari awal kedatangannya. Jay masih berusaha memahami apa yang Valent ingin tunjukkan kepadanya.
“Seriusan lu? Lu bikin gue penasaran! Tempat apa sih yang bikin lu excited gini?”
“Hmm, kamu pasti suka deh. Ini tempat yang udah lama banget aku pengen kunjungin…!”
“Oh ya? bikin gue jadi makin penasaran! Apa itu tempat ‘makan’ enak? Atau ada ‘aktivitas’ seru?” ba;as Jay kepada Valent mengikuti manajer itu mengambilkan kunci kamar untuk mereka dan mengantarkan mereka berdua menuju area luar resort yang berbatasan dengan padang pasir. Meskipun cuaca memang tidak bisa dibilang menyenangkan seperti di Bali, namun karena suasana yang santai dan sepi justru membuat resort tersebut pilihan terbaik untuk yang menghindari keramaian.
Valent tersenyum seakan tidak sabaran menuju kamar yang sudah disediakan untuknya yang bahkan manajer resort itu tahu apa yang menjadi kebutuhan clientnya tersebut. “Bisa dibilang dua-duanya! Tapi lebih ke pengalaman seru yang pasti akan bikin kamu happy…!”
“Oke, oke! Penasaran nih jadi gak sabar banget! Tapi, lu harus janji, jangan sampai ngecewain gue yah…”
“Tenang aja, Jay. Kamu pasti gak akan nyesel kok! Ini akan jadi momen yang tak terlupakan selama kamu tinggal di sini…!” Valent tiba-tiba menggandengkan lengannya pada lengan Jay dan manajer resort itu sudah berhenti berjalan dan membukakan pintu kamar suite mewah itu untuk Valen dan Jay.
“Please come in! And please enjoy the services of our resort! If there is anything you need, please feel free to contact the front desk and I will provide it to you immediately…!” Manajer itu menyerahkan kunci kamar suite itu kepada Valent dan Valent berjalan masuk bersama dengan Jay.
“Thank you as always, Mr. Manager…!” Valent kemudian menutup pintu kamar itu dan sang manajer resort pergi meninggalkan kamar yang terletak di ujung bangunan dan terlihat bagian dalam kamar tersebut berukuran sangat luas dan padang pasir luas di area depan kamar mereka bak halaman pribadi milik mereka seorang.
“Nah… Kamu sekarang udah di dalem…! Kamu tahu tempat apa ini?”
“Enggak…! Emangnya kenapa dan spesialnya tempat ini buat lu?” balas Jay dengan pertanyaan Valent kepadanya yang tentu saja Jay tidak mengetahuinya karena mereka baru berkenalan.
“Hehehe…! Ini tempat aku biasa kalau lagi suntuk…! Di sini tuh tenang dan…”
“Dan apa…?”
“Kamu tau…” Valent kemudian berdiri di depan Jay dan mulai memainkan jari tangannya bermain di atas dada Jay perlahan turun sampai sebatas perut Jay. “Kamu tau… Aku penasaran banget sama kamu…! Kenapa papa sampe mau jodohin kamu sama aku? Apa yang ‘spesial’ dari kamu? Aku pingin tau dengan mata aku sendiri alasan papa milih kamu?”
Jay merasakan lembutnya jari tangan Valent dengan nail art miliknya yang cukup rapi dan berusaha menahan adik kecilnya untuk tidak meronta melihat bagaimana pendeknya Valent dibandingkan dirinya dan tentu saja pandangan matanya tertuju kedua gunung kembar milik Valent itu kembali menggodanya. “Lu lama-lama… cantik juga…!”
“Ah, makasih, Jay! Aku suka bermain dengan warna-warna. Tapi kamu terlalu dekat, nanti ‘adik’mu jealous, lho!”
“Iya, gue tahu. Dia memang suka meronta kalau ada yang menarik perhatian gue. Tapi yang gue lihat sekarang, kayaknya dia lebih tertarik sama lu deh… Lu sengaja pake baju gini emang karena panas atau lu emang pingin godain gue?”

Valent menatap adik Jay dan tertawa, “Hahaha, mungkin dia ngeliat gunung kembar ini?” balasnya sambil menggoyang-goyangkan toketnya untuk Jay seakan pancingannya sudah mendapatkan umpan yang dia inginkan. “Eh tapi… aku penasaran deh…! Kata papa kamu jago motoin cewek…? Coba dong motoin aku, buat koleksi sendiri boleh dong?”
“Oh… Lu mau?”
“Mm-hmm… Kita bisa foto di kamar atau di belakang situ kalau kamu mau? Gimana?” balas Valent melihat Jay mengangguk dengan topik pembicaraan mereka.
Valent kemudian mengambil tas jinjing miliknya dan mengeluarkan sebuah kamera berlogo L dari dalam tasnya tersebut dan memberikannya kepada Jay.

“Hmm… boleh juga kamera lu! Lu seneng brand ini ya? Kayaknya beda dari yang kemarin lu pinjemin ke gue waktu lu perform?” balas Jay memandangi kamera milik Valent berwarna hitam tersebut.
“Yah… Aku juga suka foto-foto kok… Aku sering ikut papa jalan-jalan dan moto-moto juga, karena kata papa, foto tuh kenangan yang bisa kita inget selamanya…!”
“Termasuk… foto bugil?” sahut Jay menggodanya.
“Hahaha…! Enggak lah, mana pernah aku foto begituan! Papa tuh enggak ngebolehin aku foto sama fotografer lain karena takut mereka cabul ke aku…! Aku jadi DJ pun aslinya dilarang gara-gara banyak cowok yang ngedeketin aku… kamu liat kan bodyguard aku kalo lagi perform banyak? Itu bodyguardnya papa aslinya…!”

“Hooo… (Om Broto sama aja kayak sosok bapak pada umumnya kalau ke anak ceweknya… protektif banget, pantes aja dia pingin banget jodohin gue sama Valent…) ada yang pernah bilang lu sempet photoshoot buat majalah… anu… tau lah majalah cowok gitu. Lu kan makin terkenal, pasti banyak tawaran kayak gitu dong…”
“Justru karena itu! Papa tuh bilang dunia DJ itu isinya orang-orang clubbing semua, terus banyak cowok yang ngedeketin aku… Takut aku kenapa-napa, Jay. Parah banget pokoknya kalo ngelarangnya…”
“Oh gitu…? Terus gimana lu bisa tetep jadi DJ akhirnya? Pasti lu ngeyakinin papa lu mati-matian dong?”
“Iya, drama banget pokoknya. Aku bilang ini hobiku, passion aku di musik. Tapi tetep aja papa ngeyel. Akhirnya… tau gak gimana caranya dia ngijinin?”
“Gimana? Penasaran gue…”
“Dia bilang, “Oke kamu boleh DJ, tapi harus ada bodyguard pribadi.” Gila gak sih? Aku jadi DJ aja harus dikawal! Aslinya sebel, tapi lama-lama… ya ada untungnya juga…! Meski gitu, mereka itu anak buahnya papa yang biasanya jagain kantor. Malu banget aku sebenernya. Kamu liat kan bodyguard aku kalo lagi perform banyak? Kayak presiden aja!”
“Papa lu overprotective banget! Tapi… ya ampun, pantesan bodyguard lu mukanya kok kayak bapak-bapak semua, bukan kayak bodyguard DJ yang biasanya anak muda gitu. Gue kira management lu yang atur biar lu aman…”
“Ya gitu deh papa aku. Mungkin dia pernah denger cerita yang enggak-enggak atau gimana. Pokoknya semua fotografer lain selain fotografer keluarga, haram hukumnya buat foto aku. Ribet kan? Makanya aku bilang, seseksinya aku mana mungkin aku foto begituan buat majalah dewasa. Foto sama fotografer biasa aja udah enggak boleh karena banyak model yang abis kerja “ditidurin”, apalagi foto macem-macem gitu. Ih Ogah…! Aku masih perawan kali…! Aku masih pingin keliatan baik di mata calon suami aku…! Ooops…!”
“Maaf ya kalo gue jadi kepo… Tapi tunggu… Lu…? Masih perawan…?” tanya Jay terkejut mencondongkan tubuh sedikit, melihat Valent dengan tatapan menyelidik tapi sedikit ragu ketika Valent keceplosan berkata itu di depannya.
Valent langsung terdiam. Matanya melebar sedikit karena terkejut. Dia berhenti berpose dengan perlahan.
Jay sambil mengangkat kedua tangan sedikit, gesture minta maaf, “Eh, eh, sorry, sorry banget! Gue nggak bermaksud… Gue cuma… penasaran aja. Jangan marah ya… Maksud gue, kok bisa sementara gue yakin banyak cewek yang hidupnya bebas pasti udah ngelakuin itu…! lu tuh kayak… apa ya… beda aja gitu. Positive vibes gitu. Gue nggak tau cara jelasinnya, tapi gue jadi penasaran. Kayak… lo tuh kayak… pure gitu lho. Ngerti nggak sih?”
“Pure… maksud lo gue kayak anak lugu gitu? Atau gimana?”
“Bukan lugu! Nggak gitu maksud gue! Maksud gue tuh kayak… lo tuh kayak… punya prinsip gitu. Dan… ya udah deh, intinya gue penasaran aja. Maaf ya kalo pertanyaan gue aneh dan bikin lo nggak nyaman. Kalo lo nggak mau jawab juga nggak apa-apa kok. Serius…”
Valent ersenyum tipis, sekarang terlihat lebih santai. “Ya udah deh. Anggap aja ini sesi curhat mendadak. Aku…” Valent menarik napas lagi, kemudian melihat Lia dengan tatapan yang lebih terbuka. “Iya. Aku masih perawan. Kenapa emang? Kaget banget ya kamu?”
“Wah, keren banget gitu lho! Seriusan! Di zaman sekarang gini… itu keren banget! Lu punya prinsip yang kuat dong berarti…”
Valent tersipu malu sedikit, “Ah, nggak juga kali. Biasa aja. Bukan berarti gue yang paling bener atau gimana ya. Cuma… ya emang pilihan gue aja sih. Belum kepikiran aja buat… ya gitu deh…”
“Tapi… obrolan lu dan gestur lu kayak lu enggak masalah pas godain gue tuh apa? Gue kira lu sama aja kayak cewek yang pernah gue kenal, kalo udah kenalan pasti ngajakin ngentot gue…! Gue respect banget sama pilihan lu itu. Serius. Nggak banyak lho cewek kayak lu sekarang. Makanya gue tadi penasaran. Maaf ya jadi kepo banget.”
“Udah dimaafin kok, santai aja kali…”
“Makasih ya udah mau jawab. Sekarang gue jadi lebih paham sama lu. High five dulu dong!” Jay mengulurkan tangannya untuk high five dengan Valent.
Valent tertawa dan menerima high five Jay. “Iya, sama-sama. Lain kali kamu juga cerita-cerita ya. Jangan cuma aku doang yang diinterogasi…”

Mereka berdua tertawa dan melanjutkan percakapan mereka dengan topik yang lebih ringan sambil kembali melakukan photoshoot untuk koleksi Valent.
Tak terasa dua jam berlalu dan mereka sudah cukup banyak mengambil foto untuk koleksi Valent. Meski kamar Valent menggunakan AC, namun udara panas Dubai tetap saja membuatnya berkeringat dengan sesi foto outdoor tersebut.
Valent menarik pergelangan tangan Jay kembali masuk ke dalam kamar sewaannya. “Jay, masuk yuk. Panas nih…! Kita foto di kasur gimana?”
“Terserah lu deh…! (Fuck…! Seksi banget dia kalo dari belakang gini…! Kontol gue sesak banget di dalem…! Pingin gue tusuk aja tuh lubang pantat nganggur…!)”
Valent sesekali menoleh kearah Jay dan juga memperhatikan area selangkangannya sedari awal mereka melakukan photoshoot. Valent kemudian dengan sengaja menunjukkan pantatnya dan berpose yang cukup menggoda di depan lensa kamera yang dipegang oleh Jay.
Valent dengan nada manja dan sedikit menggoda, sambil membusungkan dadanya dan melirik Jay dari balik bahunya. “Gimana, Jay? Udah dapet angle yang bagus belum? Ayo…! Fotoin dong…!”
Jay sedikit tersentak dari lamunannya, berusaha kembali fokus pada kamera. Dia sedikit salah tingkah saat Valent tiba-tiba berpose seperti itu. “Angle-nya… oke. Bagus, bagus…”
Valent tertawa kecil, dia tahu Jay sedikit terganggu dengan posenya. Dia semakin menjadi-jadi, memajukan sedikit pantatnya ke arah kamera dan memberikan tatapan intens ke Jay. Dengan suara yang lebih rendah dan menggoda, “Masa sih angle-nya aja yang bagus? Pose-nya nggak bikin kamu… tertarik gitu?”
Jay menelan ludah, mencoba mempertahankan sikap profesionalnya. Dia mengalihkan pandangannya dari Valent dan melihat ke viewfinder kamera.
Jay berusaha tegas namun suaranya sedikit bergetar, “Valent, kita lagi photoshoot profesional. Fokus ke posenya aja ok. Yang tadi udah bagus, coba ulang lagi…”
Valent tersenyum miring, merasa tertantang. Dia memutar tubuhnya lebih jauh, kali ini benar-benar membelakangi Jay sepenuhnya, dengan pantatnya yang menonjol ke arah lensa kamera. Dia menolehkan kepalanya sedikit, menantang Jay dengan tatapannya. “Ayo…! Fotoin dong…! Katanya angle-nya bagus? Ini nih angle yang paling bagus buat difoto… apa kamu nggak mau ngabadikan momen ini?”
Jay terdiam sejenak, terlihat jelas dia sedang berperang dengan dirinya sendiri. Dia menurunkan sedikit kamera dari wajahnya, dan melihat langsung ke arah Valent. Ekspresinya bercampur antara terkejut, tertarik, dan sedikit… gugup.
Jay dengan suara yang lebih rendah dan sedikit berbisik, hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakannya, “Valent… lu… serius?”
Valent tersenyum penuh kemenangan, dia tahu dia sudah berhasil membuat Jay sedikit keluar dari zona profesionalnya. Dia mengedipkan sebelah mata ke arah Jay. Valent dengan nada bermain-main, “Ya iyalah serius! Masa aku bercanda? Kan kamu sendiri yang bilang angle-nya bagus tadi… Nah ini dia angle paling hot! Sayang kalau nggak di foto.” Valent kembali memutar tubuhnya sedikit, kali ini sedikit lebih sopan namun tetap mempertahankan pose provokatifnya. Dia menunggu reaksi Jay, dengan senyum menggantung di bibirnya.
Jay menghela napas pendek, sedikit menyerah pada godaan dan ketegangan yang diciptakan Valent. Dia mengangkat kembali kameranya, tapi kali ini dengan sedikit senyum di bibirnya. “Oke, oke… lu menang. Tapi jangan salahin gue ya kalau hasilnya… terlalu bagus.” Jay mulai membidikkan kamera, dengan sedikit senyum yang lebih lebar dari sebelumnya. Valent tertawa kecil, merasa puas dengan reaksinya. Sesi pemotretan pun berlanjut dengan suasana yang sedikit berbeda, lebih menggoda dan penuh dengan ketegangan seksual di antara keduanya.
Valent sambil berpose, dengan suara pelan namun jelas terdengar oleh Jay, “Memang harus bagus dong… Kan buat kamu juga…!”
Jay tertawa kecil, dan menekan tombol shutter kamera. Sesi foto yang awalnya profesional kini berubah menjadi permainan yang menggoda antara model dan fotografer.
Tak lama berselang…
Valent yang dengan sengaja menungging menunjukkan pantatnya di depan lensa kamera Jay yang berdiri di tepian kasur yang berjarak 15-20 cm darinya dengan fokus Jay memotret punggung Valent, Valent mengambil kesempatan untuk mendorong pantatnya mundur dan tepat mengenai selangkangan Jay yang keras tersebut.
“Ehh…!? Apa ini kok enggak tidur-tidur dari tadi…? Hihihi…!” tawa Valent kembali pecah ketika pantatnya bergesekkan dengan batang kontol Jay yang terus terlihat sesak sepanjang sesi pemotretan mereka tersebut.
Jay mulai kehilangan fokus dan kemampuan menalarnya yang sedari tadi dia tahan karena pose seksi Valent tersebut.
“FUCK…!” teriak Jay melemparkan kamera milik Valent di atas kasurnya dan menarik Valent berbaring dengan posisi menyamping. Dengan cepat Jay menarik bikini yang Valent kenakan dengan mudah yang menutupi memek dan juga anusnya itu sebelum Jay membuka celananya sendiri dan meludahi kontolnya.

“Aaaaaagh…!” erang Valent ketika Jay mempenetrasi anusnya dengan cepat dalam sekali percobaan.
Jay berhenti seketika, dan dengan nada khawatir bertanya, “Lent?! Lu enggak apa-apa? Gue nyakitin lu…?”
Valent dengan sedikit terengah-engah, mencoba mengatur napas dan menjawab pertanyaan Jay dengan kontolnya yang masih menancap di dalam anus Valent, “Ya Tuhan… Jay… itu… sakit banget… Kontol kamu… gede juga… Aku baru nyadar…!”
Jay menarik kontolnya sedikit, namun masih terhubung dengannya, kemudian ditambah nada menyesal, “Sial… maaf… maafin gue. Gue enggak bermaksud… Gue terlalu terburu-buru ya?”
Valent dengan suara bergetar, menahan sakit), “Terlalu… terlalu cepat… dan… kurang… pelan…”
Jay dengan lembut menarik kontolnya sepenuhnya, membalikkan badan Valent agar menghadapnya, wajahnya penuh penyesalan, “Sorry, Lent, gue benar-benar minta maaf. Gue bodoh banget. Seharusnya gue lebih… lebih hati-hati.” Jay memegang wajah Valent dengan lembut, “Apa… apa lu sakit?”
Valent menatap Jay, matanya mungkin berkaca-kaca, “Enggak… enggak kok. Tapi… agak sakit. Kamu… kenapa secepet itu?”
Jay mengusap pipi Valent, merasa sangat bersalah, “Gue… gue enggak tau. Maaf. Gue… gue terbawa suasana mungkin? Atau… gue bodoh. Yang jelas, gue minta maaf. Sungguh…”
Valent masih merasa tidak nyaman, namun mulai sedikit tenang, “Lain kali… bisa… pelan-pelan saja? Dan… mungkin… persiapan dulu? Kalau kamu emang enggak tahan ngeliat aku tadi, kamu harusnya bilang aja! Kalau aku siap kan kita berdua sama-sama enak jadinya…”
Entah bagaimana, Jay bak terhipnotis olehnya dan mencium kening Valent dengan lembut dan penuh penyesalan. “Tentu. Gue janji. Lain kali… akan berbeda. Kita… kita bisa mulai dari awal lagi, pelan-pelan. Gimana? Mau? Jujur, gue enggak tahan pingin ngontolin lu sewaktu lu ganti make bikini tapi gue tahan-tahan karena lu anak bos gue sendiri…!”
Valent menghirup napas dalam-dalam, sedikit mengangguk, “Ya… aku mau… Lagipula, kita ini dijodohin. Cepat atau lambat kita bakalan ngelakuin ini juga, dan aku seneng kalau kamu masih berusaha jaga keperawanan aku dengan sengaja masukin punya kamu ke belakang. Tapi… Tapi… pelan-pelan ya? Aku belum biasa sama ukuran punya kamu ini…!”
Valent yang menggenggam batang kontol Jay mengocoknya pelan meskipun baru saja masuk ke dalam anusnya tersebut. Sementara Jay tersenyum lembut, masih merasa bersalah tapi lega karena Valent mengijinkannya, “Janji. Pelan-pelan. Dan… hanya kalau lu benar-benar siap dan nyaman. Ok?”
Valent tersenyum tipis, sedikit lebih tenang, “Ok… Ayo, aku udah siap kok. Masukin lagi aja…!”
Jay memeluk Valent dengan erat dan menuntun kontolnya bergesekkan dengan anus Valent, “Maaf… Gue bener-bener minta maaf.”
Valent membalas pelukan Jay, mulai merasa lebih baik, “Enggak apa-apa… lain kali bilang ya?”
Mendengar Valent tidak mempermasalahkannya setelahnya, Jay dengan bersemangat kembali mempenetrasi anus Valent dengan kedua wajah mereka saling bertatapan.
“Aaaaagh…! Jaaaaay…! Mmmph…!”
Jay mulai menggenjot anus Valent secara perlahan dan suara tumbukan antara kedua kulit mereka saling beradu. Valent juga membantu Jay melepaskan pakaiannya yang tersisa sampai mereka berdua sama-sama telanjang dan menikmati momen bersama.
Plak… Plak… Plak…
Jay menatap Valent dengan mulai tumbuh benih cinta di antara mereka berdua, “Lihat wajah lu… lu cantik bener pas gini, tau?”
Plak… Plak… Plak…
Plak… Plak… Plak…
Valent mencoba tersenyum, meskipun sedikit dipaksakan) “Jay…”
Jay semakin bersemangat, tangannya membelai rambut Valent, “Enggak usah khawatir, hm? Kita lakuin ini bareng. Rasain sensasinya, Lent. Rasain gue di dalem lu…” Jay kembali melanjutkan genjotannya, dengan ekspresi percaya diri sementara Valent mungkin terlihat sedikit lebih pasif.
Plak… Plak… Plak…
Plak… Plak… Plak…
“Aaaagh… Jay…! Mmmph…! Ooooh…!”
Plak… Plak… Plak…
Berbagai posisi mereka coba yang tentu Jay membatasi diri dengan terus menggenjot anus Valent dan berusaha menjaga keperawanan calon istrinya tersebut.
1 jam kemudian…
Plak… Plak… Plak…
Plak… Plak… Plak…
“Aaaaagh…! Valent…! Gue udah enggak tahan… Jepitan anus lu… Uuuuuh…!”
Plak… Plak… Plak…
Plak… Plak… Plak…
“Jaaaaay…! Ah… Ahhh… Mmmph… Ooooh…!”
Tiba-tiba…
PIP… CKLEK…
Suara pintu terbuka dengan kunci dari luar kamar Valent dan Jay ketika mereka sedang melakukan doggy style dan seseorang bayangan masuk dan melihat bagaimana kedua insan berbeda jenis kelamin dengan sama-sama telanjang bulat dengan alat kelamin sang pria tertancap di dalam anus sang wanita dan membuyarkan sesi orgasme mereka seketika.
Sosok bayangan itu kemudian bertepuk tangan dan berkata,
Prok… Prok… Prok… Prok… Prok…
“Wah… Wah… Wah… Ini dia pasangan ‘merpati’ kita…! Yang tadinya sama-sama jual mahal, ternyata… Diam-diam sudah ‘menjalin’ hubungan yah…!”
Baik Jay dan Valent kemudian menatap sosok itu dan Jay yang hampir mendapatkan ejakulasinya kemudian mendadak lemah tidak berdaya seakan peluru miliknya kembali masuk ke dalam ruang penyimpanan di dalam tubuhnya tersebut.
“BRO!?”, “PAPA!?” baik Jay dan Valent sama-sama terkejut dengan kehadiran om Broto yang merupakan bos Jay dan juga papa dari Valent yang masuk dengan menggunakan kunci duplikat resort dengan bantuan dari sang manajer resort tersebut.