
Celine : Seks dan Kehidupan – Villa Kenangan
Baca Cerita Seks Sedarah Indonesia

“Aku sehat, Mah. Pa-pah juga” kataku pada Mamah di sambungan telpon.
“Kamu lagi ngapain, Nak? Kaya yang kecapean gitu” jawab Mamah.
“E-eh. I-ini aku abis workout. Biasa” jawabku gelagapan.
“Oh, yaudah kalo gitu istirahat dulu terus sarapan ya. Nanti Mamah telpon lagi” kata Mamah.
“Oke, Mah” aku langsung menutup telponnya. “Dibilangin stop dulu. Hampir ketawan Mamah” kataku pada Papah yang daritadi sedang menggenjotku dalam posisi missionaris.
“Papah sange liat kamu lagi telponan terus Papah ewe” jawab Papah sambil senyum mesum.
“Hihi nakal! Yaudah buruan keluarin, aku mau mandi” kataku sambil melingkarkan tanganku di lehernya.
Seperti itulah kebiasaanku dengan Papah setiap hari sebagai ‘pengantin baru’. Berhubungan badan dari malam hingga menjelang subuh, dilanjut paginya dengan morning sex sebelum kami beraktivitas pada kesibukan kami masing-masing. Kadang kalau kami tidak ada kesibukan pada hari itu bisa berhubungan badan seharian dan beraktivitas di dalam rumah pun dalam keadaan telanjang bulat.
Aku sudah punya rencana untuk liburan dengan Alya di libur semester ini. Alya mengajak ku ke villa milik keluarganya yang baru selesai direnovasi. Lokasinya tak jauh dari kota kami. Sedangkan Papah masih sibuk dengan pabrik konveksinya.
“Sayang, ayo berangkat” teriak Papah dari lantai bawah. Aku sedang packing barang bawaanku untuk dibawa ke villa karena semalam aku sibuk ‘melayani’ Papah, jadi tidak sempat packing.
“Iya, tunggu!” aku segera keluar kamar dan tidak lupa menutupnya rapat.
Aku diantar oleh Papah ke rumah Alya sekalian Papah ke pabrik konveksinya. Selama perjalanan kami mengobrol panjang lebar. Papah juga cerita kalau Ci Grace sebentar lagi lulus kuliahnya dan akan menetap di Amerika. Aku senang mendengarnya. Papah juga menanyakan progress kuliahku. Aku langsung teringat Pak Anto. Aku jawab pertanyaan Papah sebagaimana progress kuliahku. Tentu bagian aku dan Pak Anto hari itu tidak kuceritakan padanya.
20 menit kemudian aku sampai di rumah Alya. Memang jarak rumahku dan Alya tidak terlalu jauh. Makanya kami pergi dan pulang kuliah selalu bersama.
“Hati-hati ya di sana. Jangan nakal” kata Papah sambil menciumku.
“Iya. Papah juga jangan nakal. Bye, Bayu junior” jawabku sambil meremas kemaluannya dan membalas ciumannya.
“Ciee pengantin baru” aku kaget ternyata Alya sudah menungguku di teras rumahnya.
“E-eh hehe. Ngagetin aja” jawabku gelagapan. Mang Ujang membantuku memasukan barang-barang ke dalam mobil Papahnya Alya. Aku melihat mata Mang Ujang sesekali memperhatikanku dari atas sampe bawah. Padahal aku mengenakan sweater oversize dan celana jeans. Tidak terlihat seksi.
Kami pergi menuju villa keluarganya Alya sekitar pukul 11 siang. Mang Ujang menyetir mobil sedangkan Bi Indah duduk di sampingnya. Aku dan Alya duduk di tengah. Yap, Mang Ujang dan Bi Indah ikut kami liburan di villa keluarganya Alya. Karena baru renovasi, jadi Alya mengajak mereka untuk beres-beres dan bersih-bersih di sana. Sepanjang perjalanan aku tertidur karena semalaman dan paginya harus ‘melayani’ Papah.
Setelah satu jam akhirnya kami sampai. Mang Ujang dan Bi Indah menurunkan barang-barang, Alya langsung berlari ke dalam villa, aku berkeliling villa sambil bernostalgia. Terakhir aku kesini setelah selesai ujian nasional SMA. Aku tinggal di sini selama sebulan bersama Alya karena aku malas ada Papah di rumah. Waktu itu aku dan Papah belum seperti sekarang. Sekarang aku dan Papah sudah seperti suami istri.
“Cel, berendam yuk. Sekarang ada kamar berendam di sini” teriak Alya. Aku segera menghampirinya.
“Keren banget, Al, kamar berendamnya” ucapku kagum. Aku segera membuka sweater dan celana jeans ku, hanya menyisakan sport bra dan celana dalam.
“Iya, ini aku yang request” jawab Alya. Kami mengobrol santai sambil menikmati air panasnya.
“Eh iya, gimana kemaren urusan sama Pak Anto?” tanya Alya tiba-tiba.
“E-eh. Ga gimana-gimana ko. Akhirnya tugasku diterima. Gatau deh dapet nilai apa” jawabku.
“Ga ngapa-ngapain dulu?” jawab Alya menggodaku.
“Ga lah. E-emang mau ngapain?”
“Kali aja ngewe dulu biar dapet nilai A” kata Alya sambil tertawa. Aku hanya ikut tertawa dan tersenyum kecil. “Iya, Al, aku ngewe dulu biar dapet nilai A” gumamku dalam hati. Aku tidak mungkin menceritakan hal itu kepada Alya sekarang-sekarang. Mungkin di waktu yang tepat aku akan menceritakannya.
“Bukan apa-apa sih, soalnya ada gosip kalo Pak Anto sama Irene punya hubungan spesial gitu. Makanya si Irene sering dapet nilai A padahal jarang kuliah” kata Alya.
“Oh iya? Aku baru tau. Mungkin aja si Irene emang pinter makanya dapet nilai A” jawabku pura-pura tidak tahu.
“Iya kali. Bodo amat ah” jawab Alya santai. Aku hanya tertawa kecil. Padahal aku sudah tahu rahasia Pak Anto dan Irene. Sekarang posisi Irene sudah tergantikan olehku. Entah mengapa mendengar kata “Pak Anto” membuatku menjadi horny. Mungkin karena kejadian itu baru terjadi kemaren.
Malam tiba. Aku dan Alya sedang barbeque-an di halaman belakang villa. Terdengar sayup-sayup desahan wanita. Aku mengenalnya. Itu desahan Bi Indah.
“Yeuu bukannya bantuin nyiapin barbeque malah ngewe” kata Alya kesal.
“Haha sabar. Namanya juga pengantin baru” jawabku.
“Iya, kaya kamu sama Om Bayu. Tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik, ngewe terooos” kata Alya sambil tertawa. Aku juga tertawa sambil tersipu malu.
“Siapa yang ngewe terus?” tiba-tiba ada suara laki-laki dari dalam villa. “SAYANGGG!” teriak Alya. Ternyata itu adalah Kak Doni, pacar Alya sekaligus kakak tingkat kami di kampus.
“Maaf ya, Cel, aku ga bilang kalo aku ngajak Doni juga ke sini” kata Alya sambil memegang tanganku.
“Santai aja, Al, ini kan villa keluarga kamu. Kamu bebas mau ngajak siapa aja” kataku. Meskipun sebenarnya aku tidak ingin ada siapapun kecuali aku dan Alya.
“Makasih ya, Cel. Sayang, kamu bawa titipanku, kan?” kata Alya manja dan sambil memeluk Kak Doni.
“Bawa dongg” jawab Kak Doni sambil memperlihatkan dua botol minuman beralkohol. Alya memang jadi sering minum-minum semenjak berpacaran dengan Kak Doni. Selain keperawanannya yang direnggut oleh Kak Doni, kehidupan Alya pun jadi semakin ‘liar’ terbawa oleh Kak Doni. Alya sangat mencintai Kak Doni.
Kami mengobrol sambil barbeque-an dan minum-minum hingga tengah malam. Aku hanya minum sedikit karena memang tidak terlalu suka. Selama mengobrol, Kak Doni curi-curi pandang padaku, tapi aku tidak menghiraukannya meskipun aku tahu dia sedang melirik padaku. Aku dan Kak Doni sempat dekat beberapa bulan, sebelum akhirnya Alya cerita kalau dia sangat menyukainya. Jadi, aku comblangkan saja mereka. Aku sangat menjaga perasaan Alya.
“Gila ya Mang Ujang sama Bi Indah ga ada capenya. Sampe sekarang masih ngewe aja” gumam Alya sambil mabuk.
“Keren emang Mang Ujang” kata Kak Doni.
“Al, udah yuk ke kamar. Kamu udah mabok gitu” kataku sambil menarik-narik Alya.
“Aku mau tidur sama ayang aku. Ya kan sayang?” jawab Alya yang pikirannya entah melayang ke mana. Aku dan Kak Doni saling bertatapan.
“Iya. Biar sama aku aja, Cel, kalo kamu mau tidur duluan aja” kata Kak Doni sambil memeluk Alya.
“Oke deh. Aku ke kamar ya, Al” jawabku sambil masuk ke dalam. Di dalam kamar, aku mengecek handphone untuk membalas chat Papah sebelum akhirnya tertidur.
Sekitar pukul 3 malam aku terbangun karena dikagetkan dengan suara panci terjatuh di dapur. Kamarku memang dekat dengan dapur, jadi suaranya sangat terdengar keras. Aku perlahan keluar kamar sambil menyalakan lampu senter dari handphone ku.
“Siapa di situ?” kataku sesaat keluar dari kamar karena aku melihat bayangan di dapur.
“I-ini aku, Cel. Doni” jawab orang yang berada di dapur. Ternyata itu Kak Doni yang ingin mengambil gelas, namun malah menyenggol panci.
“Kirain aku maling. Mau ngapain, Kak?” jawabku mendekat ke dapur.
“Maaf kalo kamu kaget. Aku mau ngambil gelas malah kesenggol panci” jawabnya sambil cengengesan.
“Makanya hati-hati, Kak, lagian pake gelap-gelapan segala. Mana ga pake baju lagi” kataku menggodanya.
“E-eh emang keliatan ya?” jawab Kak Doni gelagapan.
“Keliatan lah. Alya udah tidur?” tanyaku pada Kak Doni.
“Dari masuk kamar tidur ga bangun-bangun. Ga sempet ngapa-ngapain nih” kata Kak Doni sambil memegang kemaluannya. Aku melihat kemaluannya sudah tegang dari balik celana dalamnya membuatku menjadi horny. Ditambah udara di sini sangat dingin.
“Uuuu kasian” kataku sambil berjalan pelan mendekatinya. Kini kami saling berhadapan. Aku memegang dan meremas pelan kemaluan Kak Doni.
“Akhh aww. C-cel” desah Kak Doni. Aku menyuruhnya untuk tidak berisik dan mulai berjongkok di hadapan kemaluannya. Perlahan ku buka celana pendeknya. Kemaluannya yang sudah tegang langsung terlihat. Cairan pre cum nya sudah keluar lumayan banyak.
“Sange banget ya? Udah tegang sama basah banget gini” kataku sambil memulai kulumanku pada kemaluannya.
“Aahhh” desah Kak Doni pelan. Aku mengulumnya dengan pelan, sesekali menyedot dan menjilat kemaluannya. Kak Doni bergerak tidak karuan. Tiba-tiba Mang Ujan masuk dari pintu belakang. Cahaya bulan dan lampu dari luar menyorotiku yang sedang mengulum kemaluan Kak Doni. Aku lumayan panik karena terciduk sedang mengulum kemaluan pacar majikannya.
“Neng Celine. Kang Doni” kata Mang Ujang pelan. Aku lumayan panik. Kemudian aku menyuruh Mang Ujang untuk tidak berisik dan menutup pintunya. Setelah itu, aku menyuruhnya untuk mendekat. Aku langsung membuka celana Mang Ujang. Kemaluannya pun sudah tegang.
“Dasar cowo-cowo ngacengan” kataku pelan sambil mulai mengulum kemaluan Mang Ujang. Keduanya ku kulum bergantian. Mereka hanya bisa merem melek dan mendesah pelan. Aku tidak tahu apa yang ada dipikiranku saat itu. Yang aku inginkan hanya kepuasan karena sejak siang aku sudah horny.
“Cel, pindah kamar kamu aja yuk” kata Kak Doni. Aku menyetujuinya dan kemudian berdiri. Aku berjalan di depan sambil menarik kemaluan mereka seperti kuda yang sedang menarik delman. *Jeglekk* *Crekk* [suara pintu tertutup pelan dan kunci]. Aku menutup dan mengunci kamarku pelan-pelan. Kak Doni dan Mang Ujang kini duduk di ujung kasur.
“Buka bajunya” suruhku pada Mang Ujang. Kak Doni sudah telanjang karena memang sejak tadi tidak memakai baju dan celananya sudah aku buka di dapur. Mereka langsung membuka baju dan kini mereka telanjang bulat. Aku pun tidak tinggal diam. Aku mulai membuka sweater dan celanaku sambil striptease. Tersisa hanya tanktop tanpa bra di dalamnya dan celana dalamku. Aku mendekati mereka dan melanjutkan kulumanku.
“Ahhh, Neng Celine” desah Mang Ujang sambil meremas payudaraku.
“Keren nih Mang Ujang udah ngewe sama Bi Indah masih ngaceng aja” kata Kak Doni
“Dilarang berisik!” kataku pada mereka sambil meremas masing-masing kemaluannya. Mereka menurutiku. Ada sensasi luar biasa mengalir dalam tubuhku melihat mereka menuruti perintah-perintahku. “Ada bakat juga aku jadi dom” kataku dalam hati.
Aku menyuruh mereka berdiri. Kini aku yang berada di kasur, tidur telentang di ujung kasur dan membuka lebar kaki ku sehingga kemaluanku terlihat jelas.
“Siapa yang mau masukin duluan?” tantangku pada mereka. Kak Doni dan Mang Ujang hanya bertatapan. Mang Ujang mempersilahkan Kak Doni untuk yang pertama memasukan kemaluannya. Kak Doni berjalan mendekat sambil mengocok kemaluannya agar tetap tegang dan mengarahkannya agar bisa masuk ke dalam kemaluanku.
“Uhhhh ahhh” desahku pelan.
“Sumpah, Cel, ini enak banget memeknya” puji Kak Doni.
“Ssstt ga ada yang bolehin kamu ngomong” kataku sambil menempelkan jari telunjuk ku ke bibirnya. Kemudian aku menyuruh Mang Ujang mendekat. Langsung kuraih kemaluannya dan mengulumnya.
Sambil digenjot Kak Doni, aku mengulum kemaluan Mang Ujang. Aku tidak ingin salah satu dari mereka menganggur. Pokoknya mereka berdua harus ‘bekerja’.
“Bisa kencengin lagi ga? Ahh ahh” kataku pada Kak Doni. Kak Doni mempercepat genjotannya. “Yes, kaya gitu. Pinter kamu Doni” pujiku pada Kak Doni. Mang Ujang hanya pasrah menyaksikan aku digenjot Kak Doni sambil memainkan putingku.
Kak Doni mempercepat gerakannya dan aku tahu dia pasti mau keluar. “Eitss. Gantian sama Mang Ujang” kataku sambil menarik pinggulku. *Ploppp* [suara kemaluan Kak Doni keluar dari kemaluanku]. Kak Doni tampak kesal. Aku hanya tersenyum tipis melihat ekspresinya.
Mang Ujang tanpa disuruh mulai memasukan kemaluannya. “Ehhh ahhh” desahku kaget. Aku akui tenaga Mang Ujang ini luar biasa. Meskipun sudah beronde-ronde dengan Bi Indah, tapi tenaganya masih prima untuk menggenjotku.
“Kiss me” kataku pada Kak Doni. Kami berciuman hingga bertukar air liur. Lidah kami pun saling berpagut. Tanganku tidak tinggal diam, aku mengocok kemaluan Kak Doni agar tetap tegang. Mang Ujang terus menggenjotku sambil memainkan payudaraku sambil menyaksikan aku dan Kak Doni berciuman. Aku merasakan Mang Ujang akan keluar.
“Eitss. Gantian lagi” kataku sambil menarik pinggulku. *Ploppp* [suara kemaluan Mang Ujang keluar dari kemaluanku].
“Ahh si Neng. Padahal udah di ujung” kata Mang Ujang. Entah mengapa aku menyukai ekspresi laki-laki yang ‘gagal’ keluar. Membuatku makin horny.
Aku turun dari kasur dan menungging di ujung kasur. Aku menyuruh Kak Doni untuk menyodok ku dari belakang, sedangkan Mang Ujang aku suruh untuk berdiri di atas kasur agar aku bisa mengulum kemaluannya.
“Ahhh. Enakan memek aku atau Alya?” tanyaku pada Kak Doni.
“Memek kamu, Cel” jawab Kak Doni.
“Enakan sepongan aku atau Bi Indah?” tanyaku pada Mang Ujang.
“Sepongan Neng Celine ga ada yang ngalahin” jawab Mang Ujang. Aku tersenyum lebar mendengar jawaban-jawaban mereka. Mereka saling bergantian ‘bekerja’ untuk ku. Kasur yang tadinya rapih, kini berantakan.
“Ahhh Cel ga tahan” kata Kak Doni sambil mempercepat genjotannya. Aku melepas kulumanku pada Mang Ujang. Aku mendorong Kak Doni menggunakan pantatku hingga dia bersandar di tembok. Aku menggerakan pinggulku dengan cepat sambil mengarahkan tangan Kak Doni untuk meremas payudaraku dari belakang. *Crooottt* [sperma Kak Doni keluar di dalam kemaluanku]. Kak Doni panik dan langsung melepaskan kemaluannya.
“Udah gila kamu, Cel. Kalo hamil gimana?” kata Kak Doni panik. Aku hanya tersenyum dan menciumnya. Kami berpagut lumayan lama.
“Kalo hamil ya tanggung jawab” kataku santai sambil menjauhinya. Aku mendorong Mang Ujang ke kasur hingga dia telentang. Aku menaiki kemaluannya dan langsung menggoyangkan pinggulku.
“Ahhh ahhh” desahku tak tertahankan.
“Jangan keras-keras, Neng” kata Mang Ujang sambil sibuk menutup mulutku dengan tangannya.
“Eh berani ya nyuruh-nyuruh aku” kataku sambil melotot pada Mang Ujang. Aku semakin mempercepat gerakanku sambil memainkan puting Mang Ujang. Dia bergerak semakin tidak karuan.
Tidak lama dari situ *Crooottt* [sperma Mang Ujang keluar di dalam kemaluanku]. *Sssrrrr* [cairanku muncrat ke muka Mang Ujang]. Kami keluar bersamaan. Badanku lemas. Aku menjatuhkan badanku ke atas badan Mang Ujang yang berkeringat. Mang Ujang memelukku sambil sesekali meremas pantatku yang mungil. Aku melihat jam sudah pukul setengah 5 pagi. Aku bangun dan melepaskan kemaluan Mang Ujang dari kemaluanku.
“Udah sana balik ke kamar masing-masing. Jangan lupa baju sama celananya” suruhku pada mereka. Kak Doni kebingungan mencari celananya. “Celana kamu di dapur” kataku pada Kak Doni.
“Ssstt jangan bilang siapa-siapa ya” kataku sambil menempelkan telunjuk ku di bibir pada mereka saat akan keluar kamar. Kak Doni dan Mang Ujang hanya mengangguk sambil tersenyum mesum. Setelah pintu kamar ditutup, aku melamun sambil menatap langit-langit kamar. Menikmati sisa orgasme dan cairan-cairan dari Kak Doni dan Mang Ujang yang masih terasa hangat di rahimku.
“Astaga! Postinornya kan udah abis” kataku panik dalam hati.